Powered By Blogger

WELCOME IN MYBLOG,SETA WIRIAWAN

SELAMAT DATANG

Jumat, 28 Desember 2007

Sejuta bencana terencana di indonesia




Sejuta Bencana Terencana di Indonesia Rusaknya Lingkungan Sumber Bencana di Indonesia
A. Banjir dan Tanah Longsor
Bencana di Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Bencana di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser
Banjir Bandang di Jateng
Banjir Bandang di Langkat, Sumatera Utara
Longsor di Garut
Banjir dan Tanah Longsor di NTT
B. Kebakaran Hutan
C. Kekeringan
Terjadinya berbagai bencana yang terjadi di negeri ini selalu menyisakan duka bagi rakyat. Meski banyak retorika dibangun untuk mengatasi hal ini, baik pada masa Orde Baru maupun pada masa Orde Reformasi. Namun, seringkali tidak dibarengi dengan tindakan dan kebijakan nyata. Peningkatan bencana terus terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan, sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 jumlah bencana di Indonesia mencapai 647 bencana alam meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan angin topan, dengan jumlah korban jiwa sebanyak 2022 dan jumlah kerugian mencapai ratusan milyar. Jumlah tersebut belum termasuk bencana yang terjadi pertengahan tahun 2003 sampai pertengahan 2004 yang mencapai ratusan bencana dan mengakibatkan hampir 1000 korban jiwa.
Dalam Environmental Outlook WALHI 2003 diungkapkan bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa, karena pada kenyataannya, negeri kita adalah negeri sejuta bencana. Dalam setahun, yaitu tahun 2002, tercatat tidak kurang dari 14 bencana alam terjadi terutama banjir dan tanah longsor. Bencana tersebut menyebabkan lebih dari 101 orang meninggal, ribuan rumah rusak, jutaan hektar lahan pertanian rusak. Hal tersebut mengakibatkan kerugian trilyunan rupiah.
Bencana struktural, bencana alam maupun bencana kemanusiaan terus terjadi. Dalam tahun 2002 tercatat bencana besar terjadi adalah langganan kebakaran hutan di Pontianak, Jambi, Palembang, banjir di Jakarta, Jawa Tengah, Semarang, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya.
Fenomena banjir bandang dan tanah longsor adalah suatu fenomena alam yang jamak di muka bumi ini. Secara umum, ketika sebuah sistem aliran sungai yang memiliki tingkat kemiringan (gradien) sungai yang relatif tinggi (lebih dari 30% atau lebih dari 27 derajat) apabila di bagian hulunya terjadi hujan yang cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir bandang relatif tinggi. Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikatakan sebagai faktor “bakat” atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah salah satu faktor pemicu saja.
Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia, di mana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor.

Dalam kurun waktu 2003, terhitung bulan Januari 2003 sampai dengan November 2003, bencana kembali terjadi dengan intensitas yang sangat tinggi. Bencana-bencana besar, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan lebih banyak disebabkan oleh salah kelola lingkungan hidup.
Hal ini terbukti dari berbagai bencana besar yang kita jelaskan, yaitu:






Bencana lingkungan besar kembali melanda kawasan Bahorok-Langkat, Sumatera Utara. Peristiwa tragis ini terjadi pada Senin, 3 November 2003. Air bah yang datangnya dari hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Bahorok telah memakan korban jiwa. Teridentifikasi korban yang meninggal 92 orang tewas dan 154 orang hilang. Menurut saksi mata, dari kejadian di lokasi Bahorok diperkirakan korban akan bertambah sampai ratusan orang. Karena sejumlah warga saat ini diidentifikasi telah hilang.
Menurut saksi mata, masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya di lokasi kejadian mengatakan bahwa potongan-potongan kayu tersebut berasal dari perambahan kayu liar yang dilakukan di dalam TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) wilayah Bahorok - Langkat dan sebagiannya di sekitar kawasan hutan Lawe Pakam – Kutacane, Aceh Tenggara.
Sungai Bohorok yang mengalir melalui Desa Bukit Lawang merupakan bagian dari DAS Sei Wampu. Kerusakan hutan di sub DAS Bohorok merupakan penyebab utama terjadinya banjir bandang tersebut. Penebangan yang diikuti dengan tanah longsor pada akhirnya menjadi ‘senjata pemusnah massal’ (weapon mass destruction) yang sangat mengerikan. Sementara itu, di wilayah Aceh Tenggara telah berulangkali terjadi perusakan kawasan hutan melalui kegiatan illegal logging oleh Para Pemegang IPK dan HGU yang tetap diberikan ijin meskipun letaknya bersebelahan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Akibat moral buruk pemegang ijin, perambahan hutan sengaja mencaplok TNGL. Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan jalur pendukung Ladia Galaska antara lain pada ruas jalan Muara Situlen-Gelombang (Aceh Singkil berbatasan dengan Sumatera Utara) hingga akan menembus Bukit Lawang dan ruas Jalan Titi Pasir (Lawe Pakam)-Bahorok (Aceh Tenggara-Langkat). Meskipun dalam rencana Ladia Galaska sang pemrakarsa (Pemda Provinsi NAD dan Menkimpraswil RI) menyatakan menunda pembangunan ruas jalan tersebut. Namun, pada tahun anggaran 2002 lalu telah mulai dikerjakan. Jalan Ladia Galaska telah dan akan menjadi jalan akses bagi kehancuran lebih lanjut Kawasan Ekosistem Leuser.




Ekosistem Leuser yang membentang dari Aceh hingga Sumatera Utara dengan luas mencapai 2,5 Juta Hektar adalah himpunan kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Hutan Lindung dan Taman Nasional Gunung Leuser yang melintasi 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Keberadaannya sudah diakui oleh dunia internasional. Secara nasional Wilayah ini diakomodir melalui Keppres No. 33 tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser.
Namun, keberadaannya dari waktu ke waktu kian terancam akibat berbagai ancaman kerusakan dan pembalakan kayu secara ilegal. Bahkan, proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perkebunan sawit skala besar, HPH, HTI, dan IPK serta transmigrasi yang salah kaprah telah menyebabkan kawasan ini makin rusak terdegradasi. Tercatat, saat ini, sekitar 25% dari total Kawasan Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha.
Akibatnya, sejumlah DAS besar yang hulunya berada di Kawasan Ekosistem Leuser kini makin kritis. Sehingga di musim hujan sering menimbulkan kebanjiran dan kekeringan di musim kemarau. Sekitar 2,5 juta penduduk bergantung dari sumber air DAS di Kawasan Ekosistem Leuser.
Kejadian bencana lingkungan akibat makin terdegradasinya Kawasan Ekosistem Leuser dan kawasan hutan Seulawah di Provinsi NAD tercatat sangat meningkat sepanjang tahun 2000-2002. Ada sekitar 790 kali kejadian banjir, longsor, dan erosi melanda wilayah Aceh yang telah menelan korban jiwa, harta benda, dan rusaknya infrastruktur ekonomi masyarakat. Sementara itu, di musim kemarau jutaan hektar sawah kekurangan air.
3.
Banjir Bandang di JatengTanggal 1 November 2003, sedikitnya 119 rumah, satu sekolah, dan jalan di Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen mengalami kerusakan akibat tanah longsor saat hujan mengguyur kawasan itu. Tanah longsor yang menimpa rumah penduduk itu terjadi di empat desa, yakni Desa Kalibangkang (62 rumah rusak), Desa Watukelir (37), Desa Srati (11), dan Desa Jintung (5). Kerugian yang dialami mencapai sedikitnya Rp265,3 juta. Selain itu, banjir terjadi di Jawa Tengah bagian selatan, antara lain Banyumas, Cilacap, Kebumen, dan Purworejo.
Tanggal 30 Oktober 2003, ribuan rumah dan ratusan hektar sawah di 12 desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini dilanda banjir. Ini disebabkan beberapa sungai tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir ini melanda sepuluh desa di Kabupaten Banyumas dan dua desa di Kabupaten Cilacap, yakni Nusawangkal dan Karangsambung. Kondisi terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas dengan ketinggian air di areal persawahan mencapai tiga meter.
Di Banyumas dan Purworejo, banjir menggenangi ribuan hektar sawah, dan sekitar 3.000 keluarga di Desa Nusadadi, Kecamatan Tambak, masih terkurung air akibat luapan Sungai Ijo dan Sungai Kecepak. Sementara itu, banjir juga melanda Desa Karangsembung dan Nusawangkal, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap di mana air menggenangi 130 rumah dan 1.294 ha sawah. Sebanyak 360 ha dari 1.294 ha sawah yang tergenang berupa persemaian dengan kerugian diperkirakan Rp 28.800.000.
Tanggal 2 Oktober 2003, Hujan deras kembali mengguyur Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal ini membuat warga di 10 desa di kabupaten itu khawatir akan adanya banjir susulan. Sebab, genangan air hujan yang lalu belum seluruhnya surut. Kerugian materi diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. Genangan terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpih. Sementara itu, banjir yang melanda Nusawangkal dan Desa Karangsambung, Cilacap, Jateng, meluas. Padahal, sebagian besar rumah penduduk dan ratusan hektare lahan pertanian di 12 desa terendam air.
4.
Banjir Bandang di Langkat, Sumatera UtaraTanggal 7 Oktober 2003, banjir kembali merendam sekitar 600-an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara. Luapan air sungai tak terkendali karena dua unit mesin pompa penyedot air hujan ke waduk penampung air di Tanjungpura, rusak.
Tanggal 30 September 2003, banjir setinggi 80 sentimeter melanda Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Musibah terjadi menyusul meluapnya air Sungai Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir. Tak pelak, puluhan rumah di sepanjang sungai terbesar di Langkat ini terendam air bah. Selain itu, puluhan hektar sawah siap panen juga dikhawatirkan rusak.
Tanggal 15 September 2003, terjadi musibah tanah longsor di Kampung Ciloa Desa Wangunjaya Cikalong Wetan Kab. Bandung yang menelan korban jiwa 7 orang dan belasan lainya menderita luka-luka.
Tanggal 20 September 2003, tanah longsor di bukit Pasir Gudang, kampung Lengkong, desa Pasir Buncir, kecamatan Caringin, Bogor, Jawa Barat yang menewaskan 9 orang pekerja penambang pasir. Bukit Pasir Gudang yang luasnya mencapai 10 hektar itu, pasirnya telah ditambang secara besar-besaran sejak 1998 oleh tiga perusahaan.
Bulan Februari 2003, banjir menimpa daerah Brebes yang sedikitnya merendam 5.000 rumah. Di samping mengakibatkan sekira 2.000 hektar tanaman padi puso, juga menggenangi tanaman tebu dan bawang, dan lahan tambak. Kerugian yang ditimbulkan sedikitnya mencapai Rp5 milyar.
5.
Longsor di GarutAwal Januari 2003 bencana Longsor terjadi Mandalawangi di Garut. Bencana tersebut menewaskan tidak kurang dari 15 orang dan puluhan rumah rusak berat. Longsor terjadi karena rusaknya hutan sebagai wilayah penyangga. Tahun 1990 luas hutan di Jabar mencapai 791.519 hektar atau sekitar 22% dari seluruh luas Jabar, jumlah tersebut menyusut drastis hingga 323.802 hektar tahun 2002 atau sama 9 % dari luas keseluruhan daratan di Prov. Jabar yang 3.555.502 hektar. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah, dan Jabar terus akan rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor.
6.
Banjir dan Tanah Longsor di NTT29 Maret - 2 April 2003, hujan badai terjadi di Ende, Nusa Tenggara Timur. Hujan deras disertai badai tersebut mmengakibatkan banjir dan tanah longsor. Korban meninggal sebanyak 42 orang, ratusan rumah dan bangunan hancur. Korban yang meninggal banyak diakibatkan karena terbawa arus.
B. Kebakaran HutanKebakaran hutan terbesar tahun ini terjadi di Palangkaraya. Bancana ini mengakibatkan bandara tertutup asap, dan kota Palangkaraya gelap tertutup asap pada siang hari. Ketika bencana terjadi dua hari anak-anak sekolah dasar di palangkaraya diliburkan untuk menghindari asap. Bencana kebakaran hutan juga terjadi di Riau, Jambi, dan Lampung. Kerugian terjadi bukan hanya hilangnya hutan ratusan hektar, namun juga penyakit ISPA, macetnya roda perekonomian serta transportasi. C. KekeringanMusim kemarau ini hampir seluruh Pulau jawa dilanda kekeringan. Wonogiri adalah salah satui daerah terparah. Daerah ini dari tahun ke tahun mengalami benacana kekeringan. Dampak yang terjadi bukan hanya rawan pangan karena tidak adanya panen, anmun krisis air bersih kemudian juga melanda berbagai wilayah yang mengalami kekeringan. Untuk mengatasi kekeringan Bupati Wonogiri meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan pengadaan 100 unit sumur pantek dan bantuan 77 unit pompa air. Untuk mengatasi penyediaan air bersih meminta proyek rehabilitasi embung rakyat senilai Rp 231,4 milyard. Dan untuk rehabilitasi hutan diperkirakan dana mencapai Rp223, 9 milyar.
Kekeringan juga terjadi di Bojonegoro. Kekeringan di kota ini menyerbabkan areal sawah seluas 1000 hektare tidak bisa penen. Konflik horisontal berebut air juga terjadi antar warga.
Konflik ini makin meruncing ketika petani yang sudah telanjur menebar benih tidak teraliri oleh irigasi. Mereka berharap pemerintah bersedia untuk menaikkan air dari dalam tanah dengan menyedot air dari sungai Bengawan Solo tidak mendapat tanggapan, hingga akhirnya pipa PDAM Bojonegoro jebol dan airnya dapat mengaliri sawah. Meski demikian hal ini disesalkan oleh pihak PDAM karena jebolnya PDAM Bojonegoro sangat merugikan pendapatan PDAM.
PenutupDari berbagai fakta yang ada jelas terlihat bahwa bencana besar yang terjadi tidak serta merta datang, namun didahului oleh adanya eksploitasi lingkungan, adanya kebijakan yang tidak memenuhi aspirasi masyarakat, serta tidak adanya managemen bencana dari pemerintah.
Bencana-bencana tersebut seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa diminimalisir oleh pemerintah seandainya pemerintah berbesar hati untuk tidak mencampakkan alam dengan dalih kebijakan pembangunan atau devisa. Sungguh bencana tersebut adalah bencana yang terencana.


Kejadian bencana lingkungan akibat makin terdegradasinya Kawasan Ekosistem Leuser dan kawasan hutan Seulawah di Provinsi NAD tercatat sangat meningkat sepanjang tahun 2000-2002. Ada sekitar 790 kali kejadian banjir, longsor, dan erosi melanda wilayah Aceh yang telah menelan korban jiwa, harta benda, dan rusaknya infrastruktur ekonomi masyarakat. Sementara itu, di musim kemarau jutaan hektar sawah kekurangan air.


3. Banjir Bandang di JatengTanggal 1 November 2003,


sedikitnya 119 rumah, satu sekolah, dan jalan di Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen mengalami kerusakan akibat tanah longsor saat hujan mengguyur kawasan itu. Tanah longsor yang menimpa rumah penduduk itu terjadi di empat desa, yakni Desa Kalibangkang (62 rumah rusak), Desa Watukelir (37), Desa Srati (11), dan Desa Jintung (5). Kerugian yang dialami mencapai sedikitnya Rp265,3 juta. Selain itu, banjir terjadi di Jawa Tengah bagian selatan, antara lain Banyumas, Cilacap, Kebumen, dan Purworejo.
Tanggal 30 Oktober 2003, ribuan rumah dan ratusan hektar sawah di 12 desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, baru-baru ini dilanda banjir. Ini disebabkan beberapa sungai tidak mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir. Banjir ini melanda sepuluh desa di Kabupaten Banyumas dan dua desa di Kabupaten Cilacap, yakni Nusawangkal dan Karangsambung. Kondisi terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas dengan ketinggian air di areal persawahan mencapai tiga meter.
Di Banyumas dan Purworejo, banjir menggenangi ribuan hektar sawah, dan sekitar 3.000 keluarga di Desa Nusadadi, Kecamatan Tambak, masih terkurung air akibat luapan Sungai Ijo dan Sungai Kecepak. Sementara itu, banjir juga melanda Desa Karangsembung dan Nusawangkal, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap di mana air menggenangi 130 rumah dan 1.294 ha sawah. Sebanyak 360 ha dari 1.294 ha sawah yang tergenang berupa persemaian dengan kerugian diperkirakan Rp 28.800.000.
Tanggal 2 Oktober 2003, Hujan deras kembali mengguyur Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal ini membuat warga di 10 desa di kabupaten itu khawatir akan adanya banjir susulan. Sebab, genangan air hujan yang lalu belum seluruhnya surut. Kerugian materi diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. Genangan terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpih. Sementara itu, banjir yang melanda Nusawangkal dan Desa Karangsambung, Cilacap, Jateng, meluas. Padahal, sebagian besar rumah penduduk dan ratusan hektare lahan pertanian di 12 desa terendam air.




banjir kembali merendam sekitar 600-an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara. Luapan air sungai tak terkendali karena dua unit mesin pompa penyedot air hujan ke waduk penampung air di Tanjungpura, rusak.


Tanggal 30 September 2003, banjir setinggi 80 sentimeter melanda Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Musibah terjadi menyusul meluapnya air Sungai Batang Serangan akibat guyuran hujan selama sepekan terakhir. Tak pelak, puluhan rumah di sepanjang sungai terbesar di Langkat ini terendam air bah. Selain itu, puluhan hektar sawah siap panen juga dikhawatirkan rusak.
Tanggal 15 September 2003, terjadi musibah tanah longsor di Kampung Ciloa Desa Wangunjaya Cikalong Wetan Kab. Bandung yang menelan korban jiwa 7 orang dan belasan lainya menderita luka-luka.
Tanggal 20 September 2003, tanah longsor di bukit Pasir Gudang, kampung Lengkong, desa Pasir Buncir, kecamatan Caringin, Bogor, Jawa Barat yang menewaskan 9 orang pekerja penambang pasir. Bukit Pasir Gudang yang luasnya mencapai 10 hektar itu, pasirnya telah ditambang secara besar-besaran sejak 1998 oleh tiga perusahaan.
Bulan Februari 2003, banjir menimpa daerah Brebes yang sedikitnya merendam 5.000 rumah. Di samping mengakibatkan sekira 2.000 hektar tanaman padi puso, juga menggenangi tanaman tebu dan bawang, dan lahan tambak. Kerugian yang ditimbulkan sedikitnya mencapai Rp5 milyar.




Januari 2003 bencana Longsor terjadi Mandalawangi di Garut. Bencana tersebut menewaskan tidak kurang dari 15 orang dan puluhan rumah rusak berat. Longsor terjadi karena rusaknya hutan sebagai wilayah penyangga. Tahun 1990 luas hutan di Jabar mencapai 791.519 hektar atau sekitar 22% dari seluruh luas Jabar, jumlah tersebut menyusut drastis hingga 323.802 hektar tahun 2002 atau sama 9 % dari luas keseluruhan daratan di Prov. Jabar yang 3.555.502 hektar. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah, dan Jabar terus akan rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor.


6. Banjir dan Tanah Longsor di NTT29 Maret - 2 April 2003, hujan badai terjadi di Ende, Nusa Tenggara Timur. Hujan deras disertai badai tersebut mmengakibatkan banjir dan tanah longsor. Korban meninggal sebanyak 42 orang, ratusan rumah dan bangunan hancur. Korban yang meninggal banyak diakibatkan karena terbawa arus. B. Kebakaran HutanKebakaran hutan terbesar tahun ini terjadi di Palangkaraya. Bancana ini mengakibatkan bandara tertutup asap, dan kota Palangkaraya gelap tertutup asap pada siang hari. Ketika bencana terjadi dua hari anak-anak sekolah dasar di palangkaraya diliburkan untuk menghindari asap. Bencana kebakaran hutan juga terjadi di Riau, Jambi, dan Lampung. Kerugian terjadi bukan hanya hilangnya hutan ratusan hektar, namun juga penyakit ISPA, macetnya roda perekonomian serta transportasi. C. KekeringanMusim kemarau ini hampir seluruh Pulau jawa dilanda kekeringan. Wonogiri adalah salah satui daerah terparah. Daerah ini dari tahun ke tahun mengalami benacana


kekeringan. Dampak yang terjadi bukan hanya rawan pangan karena tidak adanya panen, anmun krisis air bersih kemudian juga melanda berbagai wilayah yang mengalami kekeringan. Untuk mengatasi kekeringan Bupati Wonogiri meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan pengadaan 100 unit sumur pantek dan bantuan 77 unit pompa air. Untuk mengatasi penyediaan air bersih meminta proyek rehabilitasi embung rakyat senilai Rp 231,4 milyard. Dan untuk rehabilitasi hutan diperkirakan dana mencapai Rp223, 9 milyar.
Kekeringan juga terjadi di Bojonegoro. Kekeringan di kota ini menyerbabkan areal sawah seluas 1000 hektare tidak bisa penen. Konflik horisontal berebut air juga terjadi antar warga.
Konflik ini makin meruncing ketika petani yang sudah telanjur menebar benih tidak teraliri oleh irigasi. Mereka berharap pemerintah bersedia untuk menaikkan air dari dalam tanah dengan menyedot air dari sungai Bengawan Solo tidak mendapat tanggapan, hingga akhirnya pipa PDAM Bojonegoro jebol dan airnya dapat mengaliri sawah. Meski demikian hal ini disesalkan oleh pihak PDAM karena jebolnya PDAM Bojonegoro sangat merugikan pendapatan PDAM.

Tidak ada komentar: